Akuisisi HM. SAMPOERNA KE
PHILIP
MORRIS INTERNATIONAL
Presiden Komisaris PT Handjaja Mandala
Sampoerna, Putera Sampoerna menyatakan, akuisisi atau pembelian 40 persen saham
HM Sampoerna oleh Philip Morris International menjadi langkah terbaik bagi karyawan
dan pemegang saham. Investor baru ini, menurut Putera, dikenal sebagai produsen
dan penjual produk-produk tembakau yang sukses di dunia. Sampoerna melepas saham
dengan harga 20 persen lebih tinggi dibandingkan
harga penutupan pada pekan sebelumnya, yakni dari Rp 8.850 menjadiRp 10.600 per
lembar. Tindakan melepas seluruh saham itu tentu sangat mengejutan. Sebab, saat itu
HMS sedang berkembang dan pemiliknya tidak dalam kesulitan keuangan. Bahkan kinerja
HMS (2004) dalam posisi sangat baik dengan berhasil memperoleh pendapatan bersih
Rp 15 triliun dengan nilai produksi 41,2 miliar batang. Sampoerna adalah produsen
rokok terbesar kedua di Indonesia dengan produk antara lain Dji Sam Soe, A
Mild, dan Sampoerna Hijau . Sebagian kalangan
lain mengaku terkejut dengan keputusan pemegang saham utama yang melepas kepemilikan
saham di Sampoerna. Apalagi selama ini, Sampoerna bagaikan mesin pencetak uang bagi
pemiliknya. Penjualan saham pun dilakukan di tengah kinerja keuangan perusahaan
yang terus menanjak. Namun Keputusan ini dinilai
berbagai kalangan ekonomi sebagai pilihan cerdas karena
ditengarai akan memperoleh pangsa pasar lebih yakni menjadi 23,5 persen.
Pengamat pasar modal Budi Budar mengatakan, setelah akuisisi, posisi HM
Sampoerna dipastikan menguat walaupun peta bisnis rokok tak banyak berubah. "Peta
persaingan tidak akan berubah. Pemain yang besar-besar tetap saja Gudang Garam,
Sampoerna, Bentoel. Nggak ada perubahan karena Sampoerna hanya ganti kepemilikan
saja," kata Budi
Philips Morris
International Inc (PMI) sendiri rela merogoh koceknya sebesar US$ 5,2 miliar atau Rp 48 triliun untuk
mengakuisisi PT HM Sampoerna tbk (HMSP). Philip Morris adalah produsen rokok asal Amerika
Serikat dengan keahlian pada produk rokok putih seperti Marlboro, Virginia
Slims, dan Benson & Hedges. Bagi perusahaan itu, “ Investasi di Sampoerna aadalah kesempatan
besar untuk masuk dalam jajaran lima besar
dunia dengan memulai mempelajari industry rokok kretek” karna seperti yang diketahui bahwa Indonesia adl
Negara Konsumsi rokok terbesar ke5 di dunia.
Akuisisi oleh Philip Morris diumumkan pada
14 Maret 2005 silam dalam siaran pers. Namun penyelesaian proses jual beli baru
dilaksanakan pada Jumat, 18 Maret melalui PT Bahana Securities.
PT HM Sampoerna menguasai 19,7 persen pangsa pasar rokok di Indonesia,
di bawah Gudang Garam dan Djarum. Pada September 2004, laba bersih Sampoerna sebesar Rp 1,726 miliar. Selain menggeluti bisnis
rokok, Sampoerna telah mengembangkan sayap ke sektor lain. Di antaranya
Minimarket Alfa, percetakan PT Sampoerna Printpack, juga property mewah PT
Taman Dayu di kawasan Surabaya, JawaTimur.
Pada waktu ada pengumuman mengenai telah diakuisisi-nya
perusahaan oleh Philip Morris, terjadi kekhawatiran dari para pekerja Sampoerna
waktu itu. Sebab yang ada dalam bayangan para pekerja adalah, kalau orang asing
mengakuisisi perusahaan Indonesia yang proses nya mempekerjakan banyak tenagakerja
karena dilakukan secara manual, pasti yang akan dilakukan olehperusahaan asing
yang lebih modern tersebut adalah merubah proses kearah mekanisasi dan otomasi.
Kekhawatiran itu sangat masuk akal, karena satu mesin rokok yang paling
mutakhir saatini bisa menggantikan sekitar 4.500 pekerja. Dan, oleh karenanya,
sangat terbayangakan terjadinya PHK besar-besaran pada waktu itu. Tetapi yang
terjadi adalah sebaliknya. Bukannya jumlah pekerja-nya berkurang, justru sejak akuisisi sampai hari ini,
perusahaan telah dapat menyerap tidak kurang dari 20.000 tenagakerja baru. Selain
itu sudah adanya perjanjian sebelumnya bahwa Philip Morris International tetap akan
menggunakan prosedur & tenagakerja HM. Sampoerna.
Meskipun diakuisisi oleh perusahaan asing dengan
budaya yang tentunya berbeda, budaya di Sampoerna tidak berubah drastis. Karena
di Sampoerna angka 9 dipercaya sebagai angka keberuntungan, mereka ikut percaya
pula. Pada jaman nya dulu, hamper semua hal pasti berbau angka 9 di Sampoerna. Ini
tidak mengherankan karena Dji Sam Soe berarti yang merupakan “Rajanya Rokok
Kretek” andalan Sampoerna, bertuliskan angka 234, yang kalau dijumlahkan akanketemu
9. Sebagaicontoh, Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Sampoerna selalu diadakan di
tanggal yang jumlahnya 9. Kalau bukan tanggal 9, maka akan pada tanggal 18,
atau 27. 10 tahun setelah akuisisi di tahun 2005, Philip Morris terus melanjutkan
banyak budaya dan tatakerja yang sudahada di Sampoerna.
Bila dilihat dari sejarahpanjang
pertumbuhan PT HM sampoerna hingga menjadi produsen rokok terkemuka di
Indonesia dan akhirnya di serahkan ke
Philip Morris International sebagai produsen rokok terkemuka di dunia menurut saya
adalah karna :
Analisis SWOT..
Faktor Internal
Analisis SWOT..
Faktor Internal
(Strenght)
: - Posisi merek yang mantap
-
Tim manajemen
yang kuat;
-
Dukungan pemasaran
yang terarah (iklan)
-
Penentuan harga yg
efektif
-
Program
distribusi wilayah yang terfokus
-
Pemahaman Sampoerna
yang mendalam tentang bisnis rokok kretek di
Indonesia
Indonesia
-
Mempunyai
Corporate Social Responsibility (CSR) yang tinggi;
-
Memiliki modal
yang kuat;
(Weakness): - Biaya operasional naik, yaitu minyak tanah sebagai bahan
bakar untuk alat pengering naik.
FaktorEksternal
(Opportunities): - Ekonomi Indonesia sedangtumbuh;
-
Lapangan kerja baru
telah banyak tercipta bisa menaikkan daya beli konsumen; - Indonesia Negara
konsumsi rokok terbesar ke-5 di dunia(Threats): - Aturan makin ketat seperti UU melarang iklan rokok dan merokok di tempat
umum;
- Cukai makin mahal + biaya tambahan lainnya;
- Kota-kota besar menuju bebas rokok (Sydney, UniEropa, Amerika, Jakarta,
Hongkong);
- Tidak bisa mengharapkan pasar ekspor karena adanya kebijakan pemerintah di
luar negeri untuk membatasi pasar rokok
-
Ancaman dari
YLKI, WITT dan WHO;
-
Semakin banyaknya
edukasi tentang bahaya merokok
Hasil analisis SWOT menunjukkan bahwa HMS memiliki banyak kekuatan,
tapi untuk jangka panjang industry rokok tampak kurang berprospek akibat banyaknya
ancaman dari lingkungan luar. Grand strategy HMS adala kombinasi yakni melakukan
unrelated diversification dengan masuk kebisni lain dan melepas kerajaan rokoknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar