Kamis, 15 Oktober 2015

AKUISISI HM SAMPOERNA KE PHILIP MORRIS INTERNATIONAL



Akuisisi HM. SAMPOERNA KE
 PHILIP MORRIS INTERNATIONAL


  

Presiden Komisaris PT Handjaja Mandala Sampoerna, Putera Sampoerna menyatakan, akuisisi atau pembelian 40 persen saham HM Sampoerna oleh Philip Morris International menjadi langkah terbaik bagi karyawan dan pemegang saham. Investor baru ini, menurut Putera, dikenal sebagai produsen dan penjual produk-produk tembakau yang sukses di dunia. Sampoerna melepas saham dengan harga 20 persen lebih tinggi  dibandingkan harga penutupan pada pekan sebelumnya, yakni dari Rp 8.850 menjadiRp 10.600 per lembar. Tindakan melepas seluruh saham itu tentu sangat mengejutan. Sebab, saat itu HMS sedang berkembang dan pemiliknya tidak dalam kesulitan keuangan. Bahkan kinerja HMS (2004) dalam posisi sangat baik dengan berhasil memperoleh pendapatan bersih Rp 15 triliun dengan nilai produksi 41,2 miliar batang. Sampoerna adalah produsen rokok terbesar kedua di Indonesia dengan produk antara lain Dji Sam Soe, A Mild, dan Sampoerna Hijau . Sebagian kalangan lain mengaku terkejut dengan keputusan pemegang saham utama yang melepas kepemilikan saham di Sampoerna. Apalagi selama ini, Sampoerna bagaikan mesin pencetak uang bagi pemiliknya. Penjualan saham pun dilakukan di tengah kinerja keuangan perusahaan yang terus menanjak.  Namun Keputusan ini dinilai berbagai kalangan  ekonomi  sebagai pilihan cerdas karena ditengarai akan memperoleh pangsa pasar lebih yakni menjadi 23,5 persen. Pengamat pasar modal Budi Budar mengatakan, setelah akuisisi, posisi HM Sampoerna dipastikan menguat walaupun peta bisnis rokok tak banyak berubah. "Peta persaingan tidak akan berubah. Pemain yang besar-besar tetap saja Gudang Garam, Sampoerna, Bentoel. Nggak ada perubahan karena Sampoerna hanya ganti kepemilikan saja," kata Budi
Philips Morris International Inc (PMI) sendiri rela merogoh koceknya sebesar US$ 5,2 miliar atau Rp 48 triliun untuk mengakuisisi PT HM Sampoerna tbk (HMSP). Philip Morris adalah produsen rokok asal Amerika Serikat dengan keahlian pada produk rokok putih seperti Marlboro, Virginia Slims, dan Benson & Hedges. Bagi perusahaan itu, “ Investasi di Sampoerna aadalah kesempatan besar untuk masuk dalam jajaran lima  besar dunia dengan memulai mempelajari industry rokok kretek”  karna  seperti yang diketahui bahwa Indonesia adl Negara Konsumsi rokok terbesar ke5 di dunia. 
  
Akuisisi oleh Philip Morris diumumkan pada 14 Maret 2005 silam dalam siaran pers. Namun penyelesaian proses jual beli baru dilaksanakan pada Jumat, 18 Maret melalui PT Bahana Securities.
PT HM Sampoerna menguasai 19,7 persen pangsa pasar rokok di Indonesia, di bawah Gudang Garam dan Djarum. Pada September 2004, laba bersih Sampoerna  sebesar Rp 1,726 miliar. Selain menggeluti bisnis rokok, Sampoerna telah mengembangkan sayap ke sektor lain. Di antaranya Minimarket Alfa, percetakan PT Sampoerna Printpack, juga property mewah PT Taman Dayu di kawasan Surabaya, JawaTimur.

Pada waktu ada pengumuman mengenai telah diakuisisi-nya perusahaan oleh Philip Morris, terjadi kekhawatiran dari para pekerja Sampoerna waktu itu. Sebab yang ada dalam bayangan para pekerja adalah, kalau orang asing mengakuisisi perusahaan Indonesia yang proses nya mempekerjakan banyak tenagakerja karena dilakukan secara manual, pasti yang akan dilakukan olehperusahaan asing yang lebih modern tersebut adalah  merubah proses kearah mekanisasi dan otomasi. Kekhawatiran itu sangat masuk akal, karena satu mesin rokok yang paling mutakhir saatini bisa menggantikan sekitar 4.500 pekerja. Dan, oleh karenanya, sangat terbayangakan terjadinya PHK besar-besaran pada waktu itu. Tetapi yang terjadi adalah sebaliknya. Bukannya jumlah pekerja-nya  berkurang, justru sejak akuisisi sampai hari ini, perusahaan telah dapat menyerap tidak kurang dari 20.000 tenagakerja baru. Selain itu sudah adanya perjanjian sebelumnya bahwa Philip Morris International tetap akan menggunakan prosedur & tenagakerja HM. Sampoerna.  
Meskipun diakuisisi oleh perusahaan asing dengan budaya yang tentunya berbeda, budaya di Sampoerna tidak berubah drastis. Karena di Sampoerna angka 9 dipercaya sebagai angka keberuntungan, mereka ikut percaya pula. Pada jaman nya dulu, hamper semua hal pasti berbau angka 9 di Sampoerna. Ini tidak mengherankan karena Dji Sam Soe berarti  yang merupakan “Rajanya Rokok Kretek” andalan Sampoerna, bertuliskan angka 234, yang kalau dijumlahkan akanketemu 9. Sebagaicontoh, Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Sampoerna selalu diadakan di tanggal yang jumlahnya 9. Kalau bukan tanggal 9, maka akan pada tanggal 18, atau 27. 10 tahun  setelah  akuisisi di tahun 2005, Philip Morris terus melanjutkan banyak budaya dan tatakerja yang sudahada di Sampoerna.

Bila dilihat dari sejarahpanjang pertumbuhan PT HM sampoerna hingga menjadi produsen rokok terkemuka di Indonesia  dan akhirnya di serahkan ke Philip Morris International sebagai produsen rokok terkemuka di dunia menurut saya adalah karna :

Analisis SWOT..
Faktor Internal
(Strenght)     :         -    Posisi merek yang mantap
                               -      Tim manajemen yang kuat;
                               -      Dukungan pemasaran yang terarah (iklan)
                               -      Penentuan harga yg efektif
                               -      Program distribusi wilayah yang terfokus
                               -      Pemahaman Sampoerna yang mendalam tentang bisnis rokok kretek di      
                                  Indonesia
                               -      Mempunyai Corporate Social Responsibility (CSR) yang tinggi;
                               -      Memiliki modal yang kuat;

(Weakness):          -   Biaya operasional naik, yaitu minyak tanah sebagai bahan
                                  bakar untuk alat pengering naik.

FaktorEksternal
 (Opportunities):   -   Ekonomi Indonesia sedangtumbuh;
                              -      Lapangan kerja baru telah banyak tercipta bisa menaikkan daya beli konsumen;                               -    Indonesia Negara konsumsi rokok terbesar ke-5 di dunia

(Threats):              -    Aturan makin ketat seperti UU melarang iklan rokok dan merokok di tempat 
                                   umum;  
                             -      Cukai makin mahal + biaya tambahan lainnya; 
                             -      Kota-kota besar menuju bebas rokok (Sydney, UniEropa, Amerika, Jakarta, 
                                  Hongkong); 
                             -      Tidak bisa mengharapkan pasar ekspor karena adanya kebijakan pemerintah di  
                                  luar negeri untuk membatasi pasar rokok
                             -      Ancaman dari YLKI, WITT dan WHO;
                             -      Semakin banyaknya edukasi tentang bahaya merokok

Hasil analisis  SWOT menunjukkan bahwa HMS memiliki banyak kekuatan, tapi untuk jangka panjang industry rokok tampak kurang berprospek akibat banyaknya ancaman dari lingkungan luar. Grand strategy HMS adala kombinasi yakni melakukan unrelated diversification dengan masuk kebisni lain dan melepas kerajaan rokoknya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar